Kota dan Wilayah Belakangnya

PENDAHULUAN

Dalam ekonomi regional, terkadang, secara implisit dibuat asumsi bahwa daerah yang dianalisis adalah homogeny. Hal itu karena sifat analisis adalah makro. Sudah umum diketahui bahwa dalam suatu wilayah ada tempat-tempat dimana penduduk/kegiatan kurang terkonsentrasi. Tempat konsentrasi penduduk dan kegiatannya dinamakan dengan berbagai istilah, yaitu kota, pusat perdagangan, pusat industry, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat pemukiman atau daerah nodal.

Daerah diluar pusat konsentrasi dinamakan dengan berbagai istilah seperti daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), dan daerah pertanian atau daerah pedesaan.

A. BAGAIMANA TERBENTUKNYA KOTA-KOTA DI INDONESIA

Seandainya ada suatu daratan yang luas dan memiliki potensi yang sama, kemudian pada daratan tersebut ditempatkan keluarga-keluarga secara merata dengan jarak yang sama antara satu dengan yang lainnya maka cepat atau lambat akan terjadi konsentrasi domisili keluarga-keluarga tersebut. Hal ini terjadi karena kebutuhan social maupun karena pertimbangan ekonomi. Kebutuhan sosialnya antara lain kebutuhan tolong-menolong, bertukara pikiran, berteman, melakukan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan sendiri, atau alasan keamanan.

Konsentrasi domisili berdasarkan pertimbangan ekonomi terutama muncul karena bakat dan keahlian yang berbeda yang akan menciptakan spesialisasi. Artinya, kebutuhan keluarga tidak lagi dihasilkan oleh masing-masing keluarga, tetapi cukup mengkonsentrasikan diri pada kegiatan tertentu sedangkan kebutuhan lainnya diperoleh melalui pertukaran (jual beli).

Ketika manusia bergerak dari satu tempat ke tempat lain (melakukan perjalanan), manusia memiliki kecendrungan untuk mengikuti alur lalu lintas yang sudah lazim digunakan oleh orang lain, dengan catatan alur itu akan membawa ketempat yang dituju. Alur itu lambat laun akan berubah dan memberi kemudahan seperti tempat istirahat, konsumsi, penginapan, dan lain-lain. Karena tujuan perjalanan yang berbeda-beda maka alur jalan tersebut akan memiliki persimpangan. Persimpangan inilah yang sering kali tumbuh menjadi tempat konsentrasi pemukiman

B. APA YANG DIDEFINISIKAN SEBAGAI KOTA

Di dalam perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda dibanding dengan daerah perdesaan atau pedalaman.

Dalam menetapkan suatu konsentrasi pemukiman itu sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum, perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya. Salah satu criteria umum yang digunakan adalah jumlah dan kepadatan penduduk. Bagi kota yang dulunya sudah berstatus kotamadya atau sudah terkenal luas sebagai kota, permasalahannya adalah berapa besar sebetulnya kota tersebut. Misalnya ditinjau dari sudut jumlah penduduk ataupun luas wilayah yang masuk dalam kesatuan kota.

Menggunakan jumlah penduduk berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, hasilnya seringkali tidak tepat untuk menggambarkan besarnya sebuah kota. Hal ini disebabkan terkadang ada bagian (pinggiran) dari wilayah administrasi kota tersebut belum tepat dikatakan sebagai wilayah kota karena belum memenuhi persyaratan sebagai wilayah kota (misalnya masih wilayah perkebunan dan pertanian).

Biro Pusat Statistik (BPS), dalam pelaksanaan survei status desa/kelurahan yang dilakukan pada tahun 2000, menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau sebagai kota. Kriteria yang digunakan adalah:

1. Kepadatan penduduk per km2

2. Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya pertanian atau nonpertanian

3. Persentase rumah tangga yang memiliki telepon

4. Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik

5. Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas pendidikan, pasar, tempat hiburan, kompleks pertokoan, dan fasilitas lainnya seperti hotel, bilyar, diskotik, karaoke, panti pijat, dan salon. Masing-masing tempat diberi skor (nilai). Atas dasar skor yang dimiliki desa/kelurahan tersebut maka ditetapkan desa/kelurahan tersebut masuk dalam salah satu kategori berikut: perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan kecil dan perdesaan.

Kriteria BPS diatas hanya didasakna atas kondisi (besaran) fisik dan mestinya dilengkapi dengan melihat apakah temapat konsentrasi itu menjalankan fungsi perkotaan. Misalnya, mengenai mata pencaharian penduduk perlu dibuat ketentuan bahwamata pencaharian penduduknya adalah bervariasi dan tidak tergantung hanya pada satu sector yang dominan (walupun itu bukan pertanian). Dengan demikian terdapat transaksi antar berbagai kegiatan/sector yang bernilai ekonomi. Selain itu, terdapat transaksi antar berbagai kegiatan/sector yang bernilai ekonomi.

Pada dasarnya untuk melihat apakah konsentrasi itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Fasilitas perkotaan/fungsi perkotaan antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pusat perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan atas melayani masyarakat kota itu sendiri

2. Pusat pelayanan jasa baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan

3. Tersedianya prasarana perkotaan

4. Pusat penyediaan fasilitas social seperti prasarana pendidikan termasuk kursus keterampilan dan prasarana kesehatan

5. Pusat pemerintahan, banyak kota yang sekaligus merupakan lokasi pusat pemerintahan.

6. Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi

7. Lokasi pemukiman yang tertata.

Makin banyak fungsi dan fasilitas perkotaan, makin menggambarkan hierarki yang sebenarnya dari kota tersebut. Makin tinggi hierarkinya makin luas wilayah pengaruhnya.

C. KEUNTUNGAN BERLOKASI PADA TEMPAT KONSENTRASI

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya agglomerasi disebabkan factor skala ekonomi (economic of scale) dan agglomerasi (economic of localization).

Economic of scale adalah keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya lebih efisien. Dasar dari economic of scale adalah faktor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi (indivisibility). Misalnya, adanya mesin-mesin atau peralatan yang hanya terdapat dalam ukuran tertentu. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah, walaupun jumlah produksi ditingkatkan (sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan produksi).

Economic of agglomeration ialah keuntungan karena di tempat itu terdapat barbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan. Berbagi fasilitas yang memperlancar kegiatan perusahaan, misalnya jasa perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih, tempat latihan, dan tempat reklame. Apabila dilokasi itu terdapat banyak industry maka supplier (penjual bahan) akan mendatangi tempat tersebut dan bersedia menyerahkan bahan keperluan pabrik di lokasi pabrik. Biaya pemasaran dan biaya angkutan supplier per unit lebih murah karena jumlah bahan yang dipasok ke lokasi tersebut dalam volume besar.

D. BENTUK HUBUNGAN ANTARA KOTA DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA

Hubungan antara kota dengan wilayah belakangnya dapat dibedakan antara kota generatif, kota parasitif dan enclave.

Kota generatif ialah kota yang menjalankan bermacam-macam fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk wilayah belakangnya sehingga bersifat saling menguntungkan/mengembangkan. Kota-kota seperti ini membutuhkan bahan makanan, bahan mentah, dan tenaga kerja dari wilayah pedalaman.

Kota parasitif adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong wilayah belakangnya dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di desa. Kota parasitif umumnya adalah kota yang belum banyak berkembang industrinya dan masih memiliki sifat daerah pertanian tetapi juga perkotaan sekaligus.

Kota yang bersifat enclave (tertutup) adalah kota yang memiliki hubungan yang tidak menguntungkan, karena kota itu berkembang tetapi tidak mengharapkan input dari daerah sekitarnya melainkan dari luar.

E. PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE)

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu konsentrasi kelompok usaha atau cabang industry yang karena sifat hubungannya memiliki unsure-unsur kedinamisan sehingga mampu mestimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (wilayah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis dan bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.

1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi

2. Adanya efek pengganda (multiplier effect)

3. Adanya konsentrasi geografis

4. Bersifat mendorong wilayah belakangnya.

Jadi, konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi itu dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (diantara berbagai sector didalam kota) maupun ke luar (wilayah belakangnya).

F. HIERARKI PERKOTAAN

Hierarki perkotaan sangat terkait dengan hierarki fasilitas kepentingan umum yang ada di masing-masing kota. Hierarki perkotaan dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing kota. Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya tetapi juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada mulai dari kota kecil hingga kota besar tetapi kualitas pelayanan harus berbeda demikian juga kualitasnya.

Setiap kota memiliki wilayah belakang atau wilayah pengaruhnya. Makin besar suatu kota makin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya. Apabila kota kecil banyak tergantung dari kota besar maka kota kecil termasuk kedalam wilayah pengaruh dari kota yang lebih besar. Untuk kota yang berlainan orde maka kota kecil itu sendiri merupakan wilayah pengaruh dari kota yang lebih besar. Namun untuk kegiatan perdagangan eceran (pemenuhan kebutuhan sehari-hari) masih mungkin untuk menetapkan batas pengaruh dari dua kota berdekatan yang berlainan orde. Hartshron, dkk (1988) menggunakan rumus yang dinamakan breaking point theory.

Rumus Breaking Point adalah sebagai berikut:



d


1 +

Pend.Z / Pend.Y

BP =

di mana:

d = Jarak antara kedua kota (diukur dari pusat perdagangan masing-masing)

Pend. Z = Penduduk kota yang lebih besar

Pend. Y = Penduduk kota yang lebih kecil

G. BERBAGAI METODE MENETAPKAN ORDE PERKOTAAN

Metode menetapkan orde perkotaan dapat dibagi atas tiga kelompok. Kelompok I penentuan orde perkotaan hanya didasarkan atas jumlah penduduk, kelompok II berdasarkan perbandingan banyaknya hubungan keluar, sedangkan kelompok III menggunkan unsur-unsur jumlah penduduk dan unsure lainnya seperti jumlah fasilitas kepentingan umum yang tersedia dan tingkat aksesibilitas kota terhadap kota lain terdekat yang lebih tinggi ordenya.

1. Hanya Menggunakan Variabel Penduduk

Kelompok I yang menggunakan variabel penduduk terdiri atas metode Christaller, rank-size rule, dan metode Zipf.

a. Metode Christaller

Perbandingan jumlah penduduk antara kota orde lebih tinggi dengan kota orde setingkat lebih rendah setidaknya tiga kali lipat. Jadi, misalnya kota orde I jumlah penduduknya tiga kali lipat dibandingkan penduduk kota orde II atau kota orde II penduduknya paling tinggi hanya sepertiga penduduk kota orde I, demikian seterusnya.

b. Metode Rank Size Rule

Dalam menetapkan orde perkotaan , metode rank size rule menggunakan rumus sebagai berikut ini.

P2 = P1 x R n-1

Di mana:

Pn = Jumlah penduduk Kota orde ke-n

P1 = Jumlah penduduk kota terbesar di wilayah tersebut (orde I)

R n-1 = Orde kota dengan pangkat -1 atau 1/Rn

Arti Rumus ini adalah jumlah penduduk kota orde ke-n adalah 1/n jumlah penduduk kota orde tertinggi (orde I, dalam hal ini P1).

c. Metode Zipf

Rumus berikut ini di buat oleh Auerbach dan Singer tetapi dipopulerkan oleh Zipf (Glasson,1974) sehingga lebih dikenal dengan metode Zipf. Rumusnya adalah:



P1


n q

Pn =

Keterangan:

Pn = jumlah penduduk kota ranking ke-n

P1 = Jumlah penduduk kota terbesar

n = Orde (ranking) kota tersebut

q = Sebuah pangkat

2. Perbandingan Persentase Hubungan Keluar

Sebuah kota tidak mungkin tidak melakukan hubungan keluar. Hubungan keluar itu dapat berupa hubungan dengan wilayah belakangnya (termasuk dengan kota orde lebih rendah), hubungan dengan kota orde sama dan hubungan dengan kota orde lebih tinggi. Banyaknya hubungan ini dinyatakan dengan jumlah trip. Secara teoritis, jumlah trip yang keluar sama dengan jumlah trip yang masuk, karena setiap trip yang pergi akan di ikuti dengan trip yang pulang.

Permasalahan dalam menggunakan metode ini adalah tidak semua kota berhubungan erat. Walupun kita bisa menetapkan perbedaan orde antara pasangan kota tetapi tetap sulit untuk membandingkan orde keseluruhan kota-kota yang ada di wilayah tersebut.

3. Gabungan Beberapa Variabel

Penentuan orde perkotaan dapat didasarkan atas gabungan beberapa variabel. Variabel yang umum dianggap berpengaruh dalam menetapkan orde perkotaan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk perkotaan

2. Banyaknya fasilitas yang dimiliki seperti luas pasar, luas kompleks pertokoan, jumlah fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan, beragam jasa yang dimiliki.

3. Tingkat aksesibilitas dari kota tersebut terhadap kota terdekat yang memiliki orde lebih tinggi di wilayah itu (misalnya, ibukota kabupaten/ibukota provinsi).

Batas kota tidak didasarkan atas batas administrasi tetapi didasarkan atas kondisi fisik dan memiliki fungsi perkotaan. Batas kota ini akan digunakan baik untuk menghitung jumlah penduduk maupun jumlah fasilitas yang ada di kota tersebut.

a. Faktor jumlah penduduk

b. Factor banyaknya fasilitas (pasar, pertokoan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan)

c. Tingkat aksesibilitas

H. PERMASALAHAN DALAM MENETAPKAN ORDE PERKOTAAN

Salah satu tujuan menetapkan orde perkotaan adalah agar dapat diperkirakan luas wilayah pengaruh dari kota tersebut. Dengan demikian dapat diperkirakan jenis dan tingkat/mutu fasilitas kepentingan umum apa saja yang perlu dibangun di kota tersebut.

Salah satu kesalahan yang sering dibuat dalam menetapkan orde perkotaan adalah batas kota didasarkan atas batas administrasi. Dalam kerangka menetapkan orde perkotaan maka batas kota harus didasarkan atas batas fisik atau batas fungsi.

Permasalahan lain dalam dalam menetapkan orde perkotaan adalah kota-kota yang tumbuh pada pinggiran/berdekatan dengan kota besar sering kali bukanlah sebuah kota yang mandiri melainkan sebagai kota satelit dari kota besar. Kota satelit sering hanya dijadikan sebagai tempat tinggal bagi penduduk yang aktivitas sehari-harinya di kota besar.

I. MANFAAT ORDE (RANKING) PERKOTAAN

1. Ranking perkotaan adalah sekaligus penyusun struktur ruang di wilayah tersebut

2. Ranking perkotaan dapat digunakan sebagai bahan untuk penyusunan program, yaitu menetukan jenis dan besarnya fasilitas yang perlu dibangun di kota tersebut sesuai dengan wilayh belakang dari pusat pertumbuhan.

3. Orde perkotaan bersama-sama dengan unsur pembentuk struktur ruang lainnya dapat digunakan untuk meramalkan bagian wilayah mana yang akan cepat berkembang.

4. Mudah memonitor apakah terjadi perubahan bentuk hubungan antara kota orde yang lebih tinggi dengan kota orde yang lebih rendah.

5. Sebagai bahan masukan untuk perencanaan perkotaandan perencanaan pembangunan daerah, termasuk penetapan kebijakan tentang keseimbangan pertumbuhan antarkota dan antara kota dengan wilayah belakangnya.

6. Perlu diperhatikan kota-kota yang berada pada masa perubahan (pancaroba).

1 komentar:

athiLLa mengatakan...

thanks mas dah bantu q ngerjain paper ekonomi regional yg susah bgt......
hufffh.......

Posting Komentar